HMTPWK UGM

Newark, United States

Photo by Nicolas Jehly on Unsplash

Pada abad ke-21, bandara berevolusi menjadi motor bisnis dan pembangunan perkotaan sehingga terinspirasilah konsep Aerotropolis. Istilah aerotropolis ini pertama kali dikemukakan oleh Nicholas De Santis, seorang seniman asal New York. De Santis membuat sebuah karya berupa gambar atap gedung pencakar langit dengan sebuah bandara di tengah kota. Karya ini ditayangkan dalam Popular Science pada November 1939.

Aerotropolis didefinisikan sebagai sebuah kota dengan tata letak, infrastruktur, dan sektor ekonomi berpusat pada bandar udara (bandara) sebagai kota bandara. Seperti halnya konsep kota metropolis, konsep kota aerotropolis pun memiliki kawasan suburban atau pinggir kota. Kawasan ini pun terhubung oleh infrastruktur dan transportasi massal.

Tahun 2000, konsep ini dikembangkan oleh seorang akademisi dan pakar air commerce, Dr. John D. Kasarda yang meneliti mengenai bandara sebagai penggerak ekonomi sebuah kawasan. Ia berpendapat bahwa bandara mampu menghubungkan konsumen, supplier, dan perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra di seluruh belahan dunia.

Menurut pakar air commerce ini, roda bisnis di sekitar bandara bahkan lebih tergantung pada supplier atau konsumen dari luar kota atau luar negeri dibanding kawasan bisnis di pusat kota dan sekitarnya. Alasannya adalah kawasan komersial aerotropolis ini pada dasarnya memang dibangun dalam rangka mendukung bisnis yang terkait penerbangan termasuk jutaan pengunjung dan pengguna bandara yang singgah setiap tahunnya.

Aerotropolis pada umumnya dilengkapi dengan :
• industri manufaktur,
• e-commerce,
• telekomunikasi dan logistik,
• hotel,
• gerai retail,
• pusat entertainment dan exhibition,
• ruang perkantoran (untuk para pebisnis bermobilitas tinggi dan terlibat perdagangan global),
• pusat perdagangan grosir, dan
• sarana transportasi terintegrasi.

Dewasa ini aerotropolis menjadi destinasi baru bagi para wisatawan untuk saling bertemu dan berinteraksi, sebagai salah satu efek dari peningkatan volume bisnis dan komersial di sekitar bandara. Beberapa kota aerotropolis memang muncul secara natural, akan tetapi menanggapi respon aerotropolis sebagai penggerak ekonomi suatu kota dan sebagai destinasi baru bagi wisatawan, maka aerotropolis perlu direncanakan secara matang agar tercipta kota aerotropolis yang sukses. Jika salah atau kurang matang merencanakan, aerotropolis bisa saja miskin infrastruktur pendukung sehingga justru menimbulkan kemacetan. Konsep aerotropolis yang sukses antara lain :
• Schipol International Airport di Amsterdam, dan
• Incheon Internasional Airport di Korea Selatan.

Prinsip Perencanaan Aerotropolis
1. Prinsip struktur ruang wilayah, menempatkan bandara memiliki hirarki tertinggi atau sama
dengan pusat kota;
2. Prinsip jarak, berlokasi dalam radius 30 km;
3. Prinsip zonasi, yang mengatur pada intensitas kepadatan dan ketinggian bangunan dengan mempertimbangkan kawasan keselamatan operasional penerbangan dalam pengembangan kawasan perkotaan di sekitar bandara;
4. Pinsip tata guna lahan, dengan dominasi gunalahan mixed use;
5. Prinsip peruntukan utama fungsi kawasan, sebagai kawasan bisnis dan komersial;
6. Prinsip penyediaan kawasan bisnis, dengan konsep CBD yang mengakomodasi berbagai bidang bisnis dan industri serta mengakomodasi fasilitas hunian;
7. Prinsip integrasi, yang terintegrasi dalam penunjang layanan antara pusat kota dan bandara dan terintegrasi dalam konektivitas; dan
8. Prinsip konektivitas yang terhubung dengan transportasi multimoda yang cepat, terjangkau, dan mudah diakses.

How about Indonesia?
PT Angkasa Pura II (Persero) bermaksud
menjadikan Bandara Internasional Kuala Namu
(KNIA), Sumatera Utara sebagai kawasan
aerotropolis dengan fasilitas pendukung seperti :
• perkantoran,
• hotel,
• area komersial,
• pusat hiburan,
• pendidikan,
• layanan kesehatan, dan
• kawasan industri.

KNIA ini juga direncanakan agar terintegrasi dengan Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Kuala Tanjung, sebab mampu menjadi kekuatan besar untuk menggerakkan perekonomian di wilayah Sumatera Utara. KNIA dan segala perencanaannya ini pun diarahkan untuk turut mendukung pengembangan kawasan strategis nasional Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo (Mebidangro), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, dan kawasan-kawasan industri lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.