HMTPWK UGM

Garang, tangguh, serius, kaku, dan masih banyak lagi kata-kata yang biasa muncul di pikiran orang-orang setiap mereka mendengar kata ‘teknik’. Pada akhirnya terbentuklah stereotipe serta paradigma tertentu dalam masyarakat akan keteknikan.
.
Fakultas Teknik UGM menempati komplek di Jalan Grafika 2 sejak tahun 1996, setelah melalui berbagai perjuangan dalam pembentukannya yang berlangsung selama Indonesia berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan.
Pertama kali seseorang memasuki komplek Fakultas Teknik, pastinya tugu teknik akan terlebih dahulu menyita perhatiannya. Tugu yang menjadi penanda ketangguhan dan ke-solid-an unsur-unsur pendukung di dalamnya.
Maka dalam esai foto kali ini, ijinkan kami mengajak anda, para pembaca, untuk melihat hal-hal di Fakultas Teknik UGM yang mungkin masih luput dari perhatian. Menyadarkan bahwa masih ada banyak tempat serta aktivitas yang mungkin belum terjamah oleh perhatian sebagian besar orang.

esai-foto_2

Dimulai dari yang tak terletak jauh dari gerbang Fakultas Teknik. Apabila kita mengambil jalur ke sisi utara komplek kampus, di timur jalan terdapat sebuah gang kecil. Di samping gang tersebut, berdiri sebuah papan bertuliskan ‘Laboratorium’. Masuklah apabila hari mulai gelap, kamu akan menemukan mahasiswa-mahasiswa yang mengganti pena mereka dengan mesin pengelas. Menemukan mahasiswa-mahasiswa yang menukar jam istirahatnya untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka. Kebanyakan orang hanya tahu prestasi mereka. Hanya sebagian kecil diantaranya mengerti bagaimana mereka berjuang, berproses, dan berkarya. Mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dalam tim-tim mobil seperti Bima Sakti, Arjuna, dan Semar berbagi tempat dalam bengkel milik Departemen Teknik Mesin dan Industri untuk membuat mobil-mobil yang akan mereka lombakan.

esai-foto_11

Berlanjut ke pusat dari segala kegiatan di Fakultas Teknik UGM. Dia lah sang pendatang baru di Teknik tercinta, Tekno Café. Pemenuh kebutuhan akan kafein yang kini hadir di jantung Teknik, persisnya di Kantor Pusat Fakultas Teknik atau yang lebih akrab dipanggil KPFT. Tempat dimana para mahasiswa bisa menukar sebentar jam tidurnya untuk mengerjakan tugas dengan sesesap kopi.

esai-foto_12

Lalu berdiamlah sebentar di KPFT saat matahari mulai terbenam, kamu akan melihat sesosok ibu yang membawa keranjang putih penuh makanan, sibuk menjajakan kudapan berskala ringan hingga berat untuk mengobati rasa lapar mahasiswa yang sedang sibuk belajar. Sesosok pahlawan ditengah mahasiswa yang tidak mau meninggalkan lembaran kertas dan layar laptopnya untuk sekedar membeli makan diluar teknik.

esai-foto_7

Setelah itu kamu juga bisa mengunjungi belakang sekre HMTPWK, menemui meja kaca yang dikelilingi kursi-kursi berbagai bentuk. Jika kamu beruntung, kamu juga akan menemui mahasiswa yang sedang mengerubungi satu laptop untuk menonton film. Sebuah kegiatan di bawah matahari sore hari itu; berkumpul dengan teman, melupakan tugas sejenak.

Banyak orang berpikir bahwa mahasiswa teknik kerjanya hanya belajar dan belajar. Padahal tak dipungkiri, kehidupan perkuliahan cukup berat dan tak jarang membuat diri merasa penat. Untuk menghindari  keberlanjutan rasa penat tersebut, mahasiswa pada akhirnya melarikan diri dengan cara me-refresh diri melalui beragam aktivitas.

esai-foto_10

Jika kamu ingin melihat orang-orang yang menyingkap kebahagiaan-kebahagian sederhana di setiap kesempatan yang ada, cobalah berkunjung ke studio PWK.

Di antara padatnya jadwal kuliah penuh kantuk dan deretan tugas yang menumpuk, tidak ada salahnya kan, mencari kebahagiaan dalam kebodohan?

Sebuah papan kayu sederhana yang patah dari meja, menjadi saksi bisu dari masa remaja—fase khilaf berbekal nyali yang membara; gelora menempa kisah jenaka yang kelak diceritakan di masa tua.

Terperosot, terguling, terjungkal, dan tertawa.

Berikut salah satu potret kampus di balik paradigma nya.

esai-foto_1

Jika hari mulai sore dan angin mulai berhembus sepoi-sepoi, pergilah ke kluster manufaktur. Kamu akan menjumpai taman segi delapan, dikelilingi oleh mobil-mobil yang sedang parkir. Di pojok-pojok taman kamu akan menemukan tempat istirahat sejenak berupa tempat duduk dibawah pohon yang acap kali dipakai untuk mengobrol santai, seolah tidak terganggu oleh orang-orang dan mobil yang bersliweran di sekitarnya.

esai-foto_3

Di ujung lorong selatan Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, kamu akan menemukan salah seorang pahlawan yang bertanggung jawab menjaga estetika innercourt, menjaga agar kaki kamu tidak tersandung bebatuan yang ‘keluar jalur’, menjaga agar kaki kamu tidak gatal tersapu rerumputan yang meninggi, menjaga hamparan hijau dimana tempat kamu mengalihkan pandangan dari layar 14 inci di depanmu.

esai-foto_8

Masih di tempat yang sama, di Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, persisnya di sebelah utara sekre HMTPWK dan lapangan parkir, kamu akan menjumpai jejeran pohon besar nan tua, dengan kebiasaan menggugurkan bunganya. Bunganya berwarna kuning membuat suasana DTAP menjadi lebih berwarna layaknya musim semi di negara-negara nan jauh disana.

Jogging Track di utara sekretariat Himpunan Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota berubah menjadi sebuah jalan setapak yang lebih berwarna, yang serasa membawa kita menuju taman yang damai, asri dan sejuk.

esai-foto_4

Sebelum kamu membeli makan di Kantin Teknik Sipil, cobalah melongok sebentar kebawah, tempat dimana sebentar lagi mungkin kamu sudah tidak bisa melongok kebawah tetapi memandang keatas. Ya, proyek pembangunan kesekretariatan KMTS. Ada jejak-jejak kelelahan disana, gerobak yang ditinggalkan, karung semen yang teronggok, atau helm yang diletakkan begitu saja karena si empunya sedang menikmati makan siang.

esai-foto_9

Lalu apabila kamu sedang berjalan ke arah ruang-ruang sekretariat BSO, kamu bisa menemukan jejak-jejak domestik anak teknik yang berupa dapur. Dapur umum di pojokkan ini yang biasa menjadi tempat memasak dan cuci piring oleh mahasiswa-mahasiswa BSO.

esai-foto_5

Berjalan ke arah lapangan satu bumi, kamu akan menemukan alat-alat olahraga yang warna birunya sudah berubah menjadi kecoklatan, terkelupas, tergantikan oleh besi berkarat. Jauh dari citra teknik yang macho, alat-alat olahraga ini hanya menjadi seonggok besi yang mulai menua di pojok lapangan. Hampir tidak ada orang yang memakainya.

esai-foto_6

Sekilas, parkiran memang bukan hal yang baru meskipun parkiran ini tergolong ‘baru’. Tapi biarlah, parkiran baru Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika ini menjadi pemberhentian terakhir kita menelisik sudut-sudut baru Teknik, mengungkap wajah lain teknik sebelum kita larut (lagi) dalam rutinitas yang tiada habisnya. Seperti mahasiswa yang berhenti untuk memakirkan kendaraannya sebelum menghadapi tumpukan laprak, pitutur dosen, dan coretan penuh rumus di papan tulis.

 

Fotografer dan Penulis:

Nawang Anandhini, Deano Damario P, Hanna Audita, Anisya Febriana, Almira Nadia, Adelheid Pasau T, Fikri Ahsanul H, Elisa Martina, Nurdita, Tisar Endah

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.