HMTPWK UGM

333060

 

Oleh: Wahyu Aji (PWK UGM 2015)
Staff Divisi Rumah Tangga HMTPWK UGM 2016/2017

Jika kita melewati pulau Jawa, terutama Jawa Tengah bagian utara kita akan menjumpai sebuah kota perdagangan yang cukup terkenal yaitu Kota Semarang. Kota Semarang lahir sebagai salah satu kota pelabuhan yang mana lambat laun di dalamnya terjadi kegiatan jual beli yang dilakukan oleh warga setempat dengan warga pendatang termasuk saudagar dari daratan china, arab, hingga pangsa dagang belanda VOC. Pada masa penjajahan belanda inilah karakteristik ruang dan budaya kota sedikit demi sedikit terbentuk. Kota Semarang pada saat itu tumbuh pesat dengan kegiatan perdagangannya di samping itu pula bangunan terutama gedung pemerintahan dan beberapa taman yang berciri khaskan gaya arsitektur eropa banyak dibangun di kota ini dan warga pendatang arab maupun china lambat laun mendelineasikan daerah perdagangan dan permukiman mereka sendiri di daerah sekitar Pasar Johar dan Masjid Kauman.

Semarang kini berkembang semakin modern dan kian hari semakin banyak peminat yang datang di kota ini. Hal ini disebabkan selain karena peran kota sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Jawa Tengah, lokasi Kota Semarang juga strategis yaitu berada di bagian pantai utara sehingga secara tidak langsung akan selalu dilalui oleh orang dari timur maupun barat. Oleh karena pertumbuhan Kota Semarang yang cukup pesat maka tidak heran kian waktu Kota Semarang bertransformasi menjadi Skyscrapper City sama halnya kota-kota metropolitan lain di Asia yang memiliki kawasan ekonomi bisnis (CBD) yang berfungsi sebagai daerah pusat kegiatan perdagangan  maupun industri kota. Oleh karena saking berkembangnya perekonomian kota ini maka daerah perkotaan meluas hingga ke daerah-derah pinggirannya yaitu Kendal, Demak, Ungaran Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Purwodadi Kabupaten Grobogan.

Kota yang maju ternyata tidak seluruhnya memiliki keadaan penduduk dan kualitas ruang yang baik seperti halnya yang terjadi pada Kota Semarang maupun kota-kota besar lainnya. Berdasarkan literature, Menurut UNESCO Semarang merupakan salah satu kota yang tertangguh dari seratus kota lainnya di dunia, namun hal tersebut bukan berarti Semarang telah mampu mengatasi masalah kemiskinan dan slum area yang menjamur di berbagai daerah di Kota Semarang. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bappeda Semarang tahun 2016 masih terdapat sekitar 415 Hektar (Ha) luas daerah yang meliputi 64 kelurahan dari 15 kecamatan yang menyandang status daerah kumuh kota terutama pada derah perlintasan kereta api, sempadan sungai, dan daerah pesisir. Hal tersebut diperparah dengan sering terjadinya banjir maupun rob. Apalagi, permukaan tanah di Semarang terus mengalami penurunan setiap tahun.

            Kota Semarang kini seakan kelabakan memperbaiki diri karena kualitas buruk lingkungannya dan kemiskinan yang masih meneror kota ditambah lagi dengan tingkat pembangunan gedung dan perusakan lingkungan yang terjadi kian tidak terkendali dengan baik seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pertamanan Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Semarang Budi Prakosa, pada salah satu koran harian, berdasarkan data tahun 2013, luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Semarang seluas 7,5 persen dari luas Kota Semarang 373,67 hektar. RTH tersebut terdiri dari 239 taman, 11 taman pemakaman umum, hutan produksi, hutan rakyat, dan hutan kota. "Ini masih jauh dari target yang ditentukan undang-undang, yaitu 20 persen untuk RTH publik. Kami sudah memulai dengan menambah jumlah taman dan hutan kota," kata Budi. Jika Kota Semarang tidak segera berbenah diri menata kotanya maka Semarang hanya akan menjadi resilient city tapi tidak sebagai livable city masa depan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.